Minggu Pemuliaan
Sabtu, 19 Mei 2018
Renungan pagi
SAULUS – PAULUS BUKTI IMAN KEPADA MESIAS
Kisah Para Rasul 9 : 19b – 25
“… karena la membuktikan…” (ayat 22c)
Bakat terbentuk dalam geIombang kesunyian, watak terbentuk dalam riak besar kehidupan (Goethe). – Pertobatan Paulus tidak mengubah kehidupan seorang anak manusia yang bernama Saulus di mana kemudian berganti nama menjadi Paulus. Lebih dari itu! Menjawab pertanyaan Saulus tentang siapa Dia, Yesus menjawab: “Akulah Yesus yang kauaniaya itu” (Kis 9:5). Kata-kata Yesus ini memberikan Paulus dan juga kita suatu perwahyuan indah tentang apa artinya menjadi anggota tubuh Kristus. Sebelum itu Yesus bertanya, “Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?” (Kis 9:4). Pertobatan ini sangat istimewa di mana kemauan Paulus bertobat awalnya datang dari Tuhan Yesus, kemudian muncullah keputusan bertobat dari Paulus sendiri. Di sini Dia mengindikasikan bahwa serangan terhadap siapa saja yang adalah anggota tubuh-Nya merupakan serangan terhadap diri-Nya. Dalam surat-suratnya yang lain, Paulus menggunakan dua ungkapan untuk menggambarkan apa yang terjadi. Paulus “melihat” Kristus (1 Kor 9:1) dan menerima “wahyu” (Ef. 3:3). Kedua istilah ini menggambarkan tindakan ilahi. Sesungguhnya Kristus tidak dilihat, tapi Pauluslah yang membiarkan dirinya dilihat. Allah menyatakan diri-Nya kepada Paulus, sedangkan “Wahyu” (misteri tentang Kristus) kemudian disaksikannya kepada bangsa non Yahudi
“No man is an island”. Manusia sesungguhnya tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Kita sungguh membutuhkan kehadiran orang lain dalam hidup kita apapun situasi, status dan siapa kita. Orang pintar dan hebat sekalipun tetap membutuhkan orang lain. Lihatlah Paulus, ia tidak saja berjalan sendiri dalam melaksanakan tugas pewartaannya. Ia justru amat bersyukur dan merasa bahagia atas kedatangan teman sejawatnya yang dengan tulus hati membantunya.
Sebagai orang Kristen sejati sudahkah kita selalu mempraktikkan perbuatan baik sejalan dengan karakter yang sudah diubahkan Yesus? Benarkah selama ini kita menjadikan proses kehidupan kita sebagai orang Kristen hanya sekadar alternatif belaka? Seseorang pernah berkata, “Semakin besar rasa tanggung jawab bagi pribadi lain semakin besar adanya cinta yang sejati.”
Source: Sabda Bina Umat