Minggu I Pra Paskah
Jumat, 30 Maret 2018
Renungan Malam
SESAL KEMUDIAN BERTOBATLAH
Lukas 23:44-49
“Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi itu, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri” (ayat 48)
Ada peribahasa yang mengatakan: “Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna”. Yang mirip dengan itu adalah: “Pikir dahulu kenikmatan sesal kemudian dipenjara”. Peribahasa ini mengajarkan kita untuk memikirkan dulu baik buruknya sebelum kita melakukan suatu hal. Jadi jangan main hajar saja saat melakukan sesuatu, pikir dulu baik buruknya. Semua yang kita lakukan pasti akan ada akibatnya entah itu baik atau buruk. Mestinya kita memilih apa yang lebih bermakna bagi kita. Tidak seperti halnya kepada pasukan dan murid-murid Tuhan Yesus dalam bacaan kita.
Pada detik-detik kematian Yesus, terjadi peristiwa-peistiwa yang dahsyat atau besar di luar kemampuan manusia memahaminya yaitu: kegelapan di mana matahari tidak bersinar, padahal waktu itu siang hari. Tabir bait suci terbelah yang memisahkan ruang maha kudus dan ruang kudus, sehingga tidak ada pemisahan di antara keduanya dan pengakuan kepala pasukan bahwa Yesus adalah orang benar. Khususnya tentang pengakuan kepada pasukan, menjadi suatu pertanyaan sebenarnya. Kepala pasukan itu tidak melihat sikap Yesus yang bersungut-sungut, keluh kesah, atau mengata-ngatai mereka yang menyiksa dan menyalibkan. Yesus malah mendoakan mereka. Oleh karena pengakuan kepala pasukan yang bukan orang Yahudi, membuat banyak orang menyesal dan memukul-mukul diri mereka sendiri. Kesadaran dan penyesalan yang datang terlambat, sama tidak bergunanya.
Merenungkan apa yang dilakukan oleh kepala pasukan dan murid-murid, apakah ini termasuk penyesalan yang terlambat dan tidak bisa diperbaiki lagi? Dari perspektif manusia, bisa saja begitu. Tetapi jangan lupa, dalam kasih-Nya yang sejati Dia selalu sedia mengampuni bahkan berkorban bagi kita. Jadi yang penting ialah bahwa setelah menyesal harus diikuti pertobatan, dan penyerahan diri kepada Allah. Kemudian bersedia menerima konsekuensi dalam menjalani hidup bersama Tuhan, serta yakin bahwa Tuhanlah yang pegang kendali atas hidup kita.
Source: Sabda Bina Umat